Sabtu, 22 Oktober 2011

Pendidikan seks perlu dimasukkan kurikulum karena bermanfaat bagi pengetahuan siswa

Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Utara Syaiful Syafri mengatakan pendidikan seks yang diajarkan muatannya sangat bermanfaat bagi pengetahuan siswa sejak dini, misalnya saja pergaulan bebas, karena itu pihaknya mendukung sepenuhnya jika pendidikan seks dimasukkan dalam kurikulum, namun harus dibatasi tidak pada semua jenjang pendidikan.
“Materi pendidikan seks itu tidak perlu untuk semua jenjang pendidikan misalnya pada tingkat TK, SD, dan SMP. Saya setuju jika dimasukkan hanya pada kurikulum SMA sederajat,” katanya, di Medan, menanggapi usulan pendidikan seks dimasukkan dalam kurikulum.
Ia berpendapat pendidikan seks yang diajarkan muatannya sangat bermanfaat bagi pengetahuan siswa sejak dini, misalnya saja pergaulan bebas. Ia juga menambahkan dalam pendidikan seks siswa juga diberitahu betapa bahayanya pergaulan bebas yang akhirnya menimbulkan berbagai penyakit.
Dari muatan bahan pendidikan tersebut, lanjutnya, juga akan diperkenalkan jenis-jenis penyakit yang diakibatkan oleh seks bebas. Dengan adanya pendidikan seks itu, siswa bisa mengetahui penyakit-penyakit yang membahayakan akibat pergaulan bebas tersebut.
“Selain itu pendidikan seks juga akan membahas bahayanya menikah di usia dini. Ini tentunya perlu disampaikan pada siswa, mengingat melakukan hubungan di luar nikah lebih banyak bahayanya dari pada amannya,” katanya.
Ia menilai terkait pentingnya pendidikan seks dimasukkan ke dalam kurikulum di Indonesia karena budaya atau kultur Indonesia juga belum secara gamblang menerangkan persoalan tersebut.
Terkait hal tersebut Syaiful mencontek negara-negara penganut sekulerisme, dimana di negara Barat, seks bukan hal tabu atau asing lagi. Malah setiap orang yang sudah dinyatakan dan mengerti seks, maka tidak disalahkan kalau orang itu berbuat seks secara bebas.
“Di negara luar itu, malah diajarkan dan langsung dipraktikkan. Namun di sini pastinya tidak demikian karena kita menganut adat ketimuran,” katanya.
Budaya ketimuran yang seperti apa yang dimaksud. Jika kita telisik lagi sejarah peradaban barat, beberapa dekade yang lalu, seks juga merupakan hal yang masih tabu di dunia barat. Namun karena stimulan yang berkembang di masyarakat terus dilakukan akhirnya sesuatu yang tabu itupun kini telah menjadi hal biasa. Hal tersebut meskipun membutuhkan waktu berpuluh tahun tetap memberikan dampak pada pergeseran nilai moral di masyarakat.
Kalau fakta sejarah saja sudah berkata demikian, jika masa sekarang Indonesia dengan “budaya ketimurannya” ingin memberlakukan pendidikan seks layaknya negara barat yang sekuler, maka jangan salahkan generasi pemuda kita beberapa puluh tahun kemudian akan melakukan hubungan mesum di jalan-jalan seperti yang juga terjadi di barat.
Bahkan saat pendidikan seks belum dimasukkan ke dalam kurikulum saja moral generasi sudah turun dengan maraknya video mesum pelajar, hamil di luar nikah, dan kasus kumpul kebo baik di perkotaan maupun di desa.
Maka bagaimana jadinya jika pendidikan seks sudah masuk kurikulum. Bukan dijadikan sebagai bahan pembelajaran, tetapi bisa jadi pendidikan seks menjadi “ilmu” yang akan digunakan untuk kaum muda terkait “bagaimana cara mengakali agar tak tertular penyakit kelamin dan tidak hamil dengan hubungan seks di luar nikah”.
Kalau sudah demikian siapa yang hendak dipersalahkan? Wallohua’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar