Sabtu, 05 November 2011

Mencermati Bahaya Pergaulan Bebas

Awas  bahaya  pergaulan  bebas  kini  sudah di depan hidung dan mata. Warning  ini layak ditulis besar-besar. Bahkan kalau perlu dengan tinta merah. Hasil survey terbaru BKKBN yang baru saja diliris, dalam rangka peringatan hari AIDS sedunia menunjukkan data yang pantas membuat dahi kita berkerut.

Survey yang dilakukan dengan mengambil sampel di beberapa kota besar mulai kawasan Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi) hingga kota-kota seperti Surabaya, Medan, Bandung dan Yogyakarta itu memperlihatkan bahwa lebih dari separo remaja puteri sudah dalam kondisi tidak perawan (virgin). Banyak diantara mereka yang bahkan mengalami  hamil diluar nikah dengan segala implikasinya.

Hasil temuan dalam survey tersebut angka-angkanya memang variatif. Namun temuan yang ada memperlihatkan bahwa degdradasi moral di kalangan remaja dan generasi muda sudah sedemikian masif dan akut. Virginitas (keperawanan), misalnya, yang dulu dianggap sakral sekarang telah mengalami desakraslisasi yang ekstrim. Pergaulan bebas yang dulu dianggap dosa besar sekarang malah dianggap bagian dari tren. Di Surabaya, misalnya, perempuan lajang telah kehilangan kegadisan mencapai 54%.. Di Medan jumlahnya 52% untuk Bandung levelnya 47%,sedang Yogyakarta masih mendingan yaitu dikisaran 37% sedang secara general, hasil survey memperlihatkan, dari 100 remeja puteri, 51 orang sudah kehilangan virginitasnya dalam kondisi pra nikah.

Yang lebih membuat membuat bulu kuduk kita berdiri, responden yang dijadikan obyek dalam penelitian ini adalah remeja puteri yang interval usianya 13-18 tahun serta para mahasiswa. Mereka adalah tunas-tunas bangsa yang selalu kita banggakan sebagai agent fo change bagi perjalanan republik ini. Sudah tentu ini menjadi fenomena yang membutuhkan penanganan komprenhensif serta upaya-upaya yang bersifat solutif. Apalagi seiring dengan kemajuan teknologi informasi, ancaman ini akan semakin kompleks dan nggegirisi. Tidak hanya melalui pola-pola konvensional,akan tetapi juga melalui dunia maya.

Keimanan
Menurut penulis, upaya yang paling fundamental dalam mengcounter attack adalah melalui landasan agama yang kuat. Agama disini tidak hanya sekedar dogma atau ritual semata, tetapi yang paling esensi, adalah implementasinya dalam kaifiyyah atau perilaku sehari-sehari. Apalagi kita tahu ketika fase remaja atau mahasiswa banyak yang tinggal di kota-kota besar. Mereka jauh dari pengawasan orang tua. Lingkungan pergaulan mereka juga banyak mengalami pergeseran. Dengan bekal agama yang baik, seseorang diharapkan memiliki self control yang mumpuni. Seseorang juga diharapkan tidak akan mengalami gegar budaya atau shock culture ketika hidup di kota besar yang lingkungan jauh lebih longgar dibandingkan di desa yang nuansa tradisional lebih kental.

Dr. Nafsiyah Mboi Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional, menyebutkan ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam konteks ini. Mulai komunikasi yang kontruktif. Sinkronisasi antara ucapan dan perbuatan. Hingga keterbulatan. Namun yang paling utama adalah keimanan. Demikian tandas dokter spesialis anak yang juga peraih Master of  Public Health, dari Royal Tropical Institut Antwerpen, Belgia tersebut.

Pendidikan
Sekolah sebagai institusi pendidikan formal juga harus lebih dimaksimalkan, Berkaitan dengan temuan survey BKKBN tersebut. Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) telah memberikan respon. Hamid Muhammad, Dirjen pendidikan Nonformal dan informal Kemendiknas, menyatakan bahwa akan diberlakukan kurikulum khusus guna mengkampayekan bahaya seks bebas dan HIV AIDS. Di dalam implementasinya, kurikulum ini akan terintegrasi dengan beberapa mata pelajaran. Seperti biologi, pendidikan jasmani atau pelajaran-pelajaran yang relevan (Jawa Pos, 1 Desember 2010, hal 16).
Apalagi berdasar data UNESCO (Badan PBB yang membidangi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan). Usia 15 s/d 24 tahun merupakan usia yang paling rawan terhadap bahaya pergaulan bebas dan HIV AIDS.

Keluarga
  Keluarga juga memiliki peran yang signifikan dan krusial dalam membentengi seseorang dari pergaulan bebas. Keluarga yang harmonis, Komunikatif, mencerminkan kehangatan dan keterbukaan tentu menjadi modal yang sangat positif. Sebaliknya keluarga yang mengalami broken home tentu memberikan peluang yang lebih besar kepada hal-hal yang destruktif. Salah satunya bahkan bisa menyebabkan sang buah hati menjadikan free sex sebagai pelarian.

PIK Remaja
Secara institusi BKKBN juga memiliki wadah yang disebut PIK (Pusat Informasi dan Konseling) bagi remaja. Melalui wadah ini juga bisa dimaksimalkan perannya. Apalagi segmen yang ingin disasar oleh PIK adalah para kawula muda. Kelompok masyarakat yang paling rentan dan paling beresiko dalam konteks pergaulan bebas. Sesuai dengan namanya wadah ini diharapkan bisa memberikan informasi dan konseling. Tentu saja dengan muatan-muatan yang edukatif. Dengan demikian PIK remaja bisa menjadi salah satu alternatif solusi dalam menghandle persoalan ini.

Akhirnya dengan keterpedulian dan sinergi dari semua pihak bahaya dan ekses dari pergaulan bebas (free sex) bisa diminimalkan. Dengan adanya survey BKKBN tersebut secara tidak langsung kita semua disadarkan terhadap fenomena yang sangat mengkhatirkan. Apalagi pada tanggal 1 Desember, kita baru saja memperingati hari AIDS sedunia. Dan kita semua tau free sex menjadi pintu masuk (entri point) yang paling besar bagi penyebaran penyakit mematikan tersebut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar